Minggu, 12 Agustus 2012

Implementasi Pendidikan Imtaq


Implementasi pendidikan imtaq
RAMADAN baru saja usai. Adalah bulan yang di dalamnya terdapat proses pembelajaran bagi ummat Islam, untuk mencapai prestasi terbaik menurut Allah SWT, yaitu menjadi muttaqin. Melalui olah lahiriyah, manusia dididik untuk menahan dan mengendalikan sifat hayawaniyah. Pengendalian diri terhadap hal-hal duniawiyah menjadi media yang efektif untuk lebih memudahkan manusia mendekatkan diri dan cinta kepada Allah SWT.
Kedekatan dan cinta manusia terhadap Allah SWT dicapai melalui pendirian salat wajib dan sunnah, berdzikir, membaca Alquran, serta amalan-amalan lain yang diridloi oleh Allah SWT menjadi modal penting untuk mencapai predikat taqwa dalam arti yang sesungguhnya.
Selain berpuasa, sarana lain untuk mencapai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT adalah dengan pendidikan. Pembentukan karakter bangsa Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan demokratis sebagaimana yang selalu dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional sudah sepatutnya selama Ramadan direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Realitas kehidupan dalam penyelenggaraan negara masih diwarnai dengan korupsi. Korupsi di negara kita bagai kentut, yaitu ada baunya tetapi sulit dibuktikan wujudnya sehingga upaya pemberantasan korupsi sebagian besar hanya jalan di tempat.
Ditinjau dari pemenuhan kebutuhan, pada umumnya para koruptor adalah orang-orang yang kebutuhan fisik baik untuk dirinya maupun keluarganya telah tercukupi. Mereka juga telah mendapatkan pengakuan terhadap kedudukan dan jabatan yang terhormat oleh orang-orang di lingkungannya. Mengapa mereka masih tidak mensyukuri nikmat Allah SWT dengan sikap yang amanah dan dapat dipercaya dalam menjalankan tugasnya?
Refleksi peningkatan keimanan dan ketaqwaaan (imtaq) siswa terhadap Tuhan YME terkait dengan bidang pendidikan adalah sejauhmana ketercapaian tujuan pendidikan dalam meningkatkan imtaq terhadap Tuhan YME? Dan bagaimana implementasi pendidikan imtaq terhadap Tuhan YME dalam proses pembelajaran?
Ketercapaian tujuan pendidikan dalam bidang keimanan dan ketaqwaan masih jauh dari yang diharapkan. Dalam skala mikro pada kehidupan di kelas ditunjukkan antara lain masih banyak siswa yang tidak mencintai kebersihan, karena sering kali dijumpai tempat sampah di kelas kosong namun di laci meja banyak bungkus premen dan makanan lainnya.
Realitas di atas kelihatannya sepele tetapi memiliki nilai edukasi yang tinggi. Sikap menyembunyikan sesuatu yang seharusnya tidak disembunyikan merupakan perilaku awal dari koruptor dan perilaku tersebut dapat mendatangkan tikus serta binatang menjijikkan lain untuk beramai-ramai memakan barang yang disimpan itu.
Perilaku lain dari sebagian besar siswa yang berpotensi membentuk sikap sebagai koruptor adalah tidak jujur dalam ulangan. Pada saat ulangan seharusnya guru/pengawas bertugas mengawasi siswa-siswanya agar hasilnya objektif dan dapat dijadikan bahan evaluasi pada proses pembelajaran selanjutnya. Hal yang seringkali terjadi adalah sebaliknya yaitu sebagian besar siswa mengawasi guru/pengawasnya, sehingga jika guru/pengawas lengah maka banyak siswa saling mencontoh jawaban dari temannya. Sikap siswa yang tidak mau belajar keras dan cenderung serba instan tersebut akan membangun generasi yang tidak tahan uji, memiliki daya saing rendah, dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Fenomena kecil dari sikap tidak mencintai kebersihan dan berperilaku jujur tersebut membuktikan bahwa nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME belum terintegrasi secara utuh dalam setiap pembelajaran.
Upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran di kelas harus diawali dengan sikap adaptif guru terhadap dinamikan perkembangan siswa-siswanya.
Perkembangan setiap siswa harus terisi oleh nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan melalui proses pembelajaran oleh guru. Guru harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai imtaq kepada siswanya dalam setiap pembelajaran agar jiwa siswa tidak kering dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Pengintegrasian nilai-nilai ketuhanan dalam setiap pembelajaran menjadi sangat penting untuk menancapkan tiang pancang konstruksi kepribadian siswa yang dalam dan kuat sehingga mampu menahan getaran, dorongan, dan tarikan dari dampak negatif globalisasi yang mengukur keberhasilan seseorang dari segi materi saja.
Dampak negatif era globalisasi dan informasi diharapkan tidak akan menggoyahkan kepribadian siswa karena dalam diri siswa selalu merasakan kehadiran Allah SWT dalam kehidupannya. Kedekatan siswa dengan Allah SWT dapat menyejukkan jiwanya sehingga perilakunya seharihari menjadi berakhlakul karimah.
Upaya Pemerintah membangun kepribadian siswa yang tangguh tidak cukup hanya dengan menuliskan dalam setiap perubahan kurikulum bahwa tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa terhadap Tuhan YME.
Peningkatan imtaq terhadap Tuhan YME juga tidak boleh hanya sebatas menulisnya dalam visi dan misi setiap sekolah yang unggul dalam prestasi dan luhur budi pekerti. Semua sekolah harus segera membuat action plan tentang pembelajaran bervisi Imtaq, melaksanakannya, dan mengevaluasinya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Implementasi pendidikan Imtaq terhadap Tuhan YME juga membutuhkan konsistensi Pemerintah terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional dan regulasi bidang pendidikan yang jelas agar guru-guru mau dan mampu merealisasikannya dalam setiap mata pelajaran serta semua tingkatan dengan pembelajaran bervisi imtaq.
Kemauan dan kemampuan guru mengintegrasikan nilai-nilai Imtaq siswa terhadap Tuhan YME memerlukan petunjuk pelaksanaan dan teknis dari Pemerintah yang simple dan mudah dipraktikkan di sekolah. Tindak lanjut dari proses dan hasil belajar bervisi imtaq adalah dengan evaluasi pembelajaran yang memprioritaskan aspek afektif.
Pendidikan sebagai instrumen pemerintah untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus terus dipraktikkan oleh guru sebagai ujung tombak keberhasilan proses pendidikan.
Proses pendidikan yang hanya bertahta di otak manusia dan kurang menghiraukan keadilan serta nilainilai ilahiyah akan menghasilkan generasi yang individualistis, materialistis, dan memisahkan otak dan hati. Tidak terintegrasinya otak dan hati dalam diri siswa akan melahirkan generasi sekuler yang cenderung memisahkan iptek dan agama.
Perilaku sebagian siswa yang cenderung materialistis, individualis, dan memisahkan iptek dengan imtaq harus diantisipasi oleh semua guru dengan pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai Imtaq kepada Allah SWT.
Penanaman nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dapat membasahi jiwa siswa agar menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlakul karimah sebagaimana yang terdapat dalam tujuan pendidikan nasional.
Kurangnya pemahaman guru dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara utuh yaitu membentuk generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME sangat berpotensi melahirkan generasi yang berakhlak rendah.
Akhlak atau nilai-nilai hidup dapat diukur melalui ucapan, tatapan mata, dan gerakan indra yang lain sehingga tidak menjadi alasan bagi guru untuk tidak mengintegrasikan nilai-nilai imtaq dalam setiap pembelajaran. Jika dalam setiap pembelajaran, guru mau mengalokasikan waktu sekitar lima menit untuk mengisi jiwa siswa dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan, insya Allah dapat membangun kepribadian siswa yang tangguh dan islami yang taat menjalankan perintah- perintah-Nya dan menjauhi larangan- larangan-Nya.  hf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar